“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau MENULIS. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.” (Anak Semua Bangsa, Pramoedya, h. 84)

Your Comments

Like My Bos

Labels

Pengertian Kebijakan dan Kebijaksanaan

Peraturan Kalah oleh Kebijakan

Kemarin di kantor Ayah ada yang mengatakan: "Peraturan kalah oleh kebijakan." Maksudnya kurang lebih demikian: suatu peraturan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama suatu saat bisa saja dinamis atau memiliki kelonggaran asal pembuat peraturan dan pengikutnya bersepakat untuk itu.

Mungkin penggambaran yang sesuai adalah penjelasan pengamat Politik Hanta Yuda di Indonesia Lawyers Club (ILC) 5 Maret 2013 semalam. Seperti telah disampaikan beliau dalam episode yang bertema "Anas Dijerat, Ibas Disebut" itu, Partai Demokrat telah mengalami fenomena matahari kembar, yang dapat dibingkai ke dalam teori yang beliau sebut seperti pedang bermata dua. Menurut Hanta Yuda, dua figur sentral dalam partai jika bisa dikelola dengan baik akan bisa menjadi faktor stabilitas sekaligus efektivitas bagi partai, tetapi jika gagal dikelola justru akan menjadi sumbu utama munculnya faksionalisme dan otoritarianisme baru. Dalam isu ini, langkah penyelamatan partai yang dilakukan SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dengan mengambil alih kendali (kepemimpinan) partai menjadi menarik. Di satu sisi, langkah itu tidak ada basis legitimasi konstitusional karena bertentangan dengan peraturan (AD/ART) yang apabila itu tidak didukung oleh DPD dan DPC maka dikatakan inkonstitusional. Di sisi lain, langkah itu bisa dimaknai sebagai ekstra-konstitusional jika dipandang sebagai kebijakan dalam kondisi darurat dan didukung DPD dan DPC. Demikianlah keterangan Hanta Yuda*.


Seperti itulah kira-kira  maksud perkataan: "Peraturan kalah oleh kebijakan."

Pengertian Kebijakan dan Kebijaksanaan

Kebijakan disinonimkan dengan kebijaksanaan. Menurut KBBI Daring Pusati Bahasa Kemdikbud, kebijaksanaan adalah kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Dalam kerangka istilah yang bersinonim inilah, menurut Ayah, ungkapan "Peraturan kalah oleh kebijakan." muncul.

Kebijakan juga memiliki makna lain, yaitu:
  1. rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb)
  2. pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; 
  3. garis haluan

Catatan:
*Hanta Yuda, lahir 15 September 1980, memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dari Jurusan Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada dengan predikat cumlaude dan lulusan terbaik serta memperoleh gelar Master Ilmu Politik dari Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia dengan yudisium cumlaude, dan tesisnya terpilih sebagai salah satu hasil penelitian terbaik yang dipresentasikan pada “Reasearch Day” FISIP UI.

Kegiatan Harian-ku: Jogging Menikmati Alam Sekitar

Sejak aku mulai bisa berjalan, yaitu sejak usiaku 11 bulan, ayahku sering mengajakku jogging di jalan masuk utama ke perumahan kami, terutama saat cuaca pagi cerah. Jalan ber-paving block itu kira-kira 150 meter panjangnya. Dari sini aku dapat menikmati pemandangan eksotis alam sekitarku. Gunung Arjuna menjulang tinggi di utara. Hutan di atas lerengnya, jika dilihat dari sini mirip seperti lumut yang tumbuh di atas tanah bergelombang. Dari balik punggungnya, teman dekatnya Si Welirang malu-malu mengintip dan mengepulkan asap putih. Dua gunung itu begitu gagah, kata ayahku seperti pemandangan yang digambar anak kecil pada umumnya ketika disuruh menggambar. Di kakinya sebelah timur, sebuah bukit terlihat sangat dekat. Itulah Si Wukir, bukit kecil atau gumukan yang berada di desa tetangga.

Di sebelah barat, gunung Panderman menjulang. Dari kampungku sini terlihat jelas lereng sisi timurnya. Kata Ayah, jika saja di sana ada tulisan KOTA BATU, tentu akan segera mengingatkan orang pada tulisan HOLLYWOOD di gunung Lee, Los Angeles yang terkenal itu. Sama seperti Mount Lee yang berada di deretan gunung, yaitu pegunungan Santa Monica, Panderman juga berada di pegunungan Putri Tidur. The Sleeping Beauty ini adalah diberikan karena jika dilihat dari kejauhan, akan nampak seorang putri berambut panjang terhampar tengah terlentang berbaring. Tentu saja itu semua dapat kau lihat jika kau cukup imajinasi.

Di sebelah timur, sebenarnya juga ada pemandangan yang tak kalah indahnya. Puncak-puncak pegunungan Tengger nampak seakan terlukis mengawang di langit biru tanpa pijakan. Berbeda dengan dua sisi sebelumnya, sisi timur ini didominasi warna biru dan kelabu. Yang jelas dapat dikenali tentu saja puncak tertinggi-nya, Semeru yang juga mengepulkan asap seperti Welirang. Namun, untuk dapat melihat semua itu aku harus berjalan ke arah barat dari perumahanku yang areanya lebih tinggi. Dari situ jugalah aku dapat melihat di sebelah selatan gebyar kota Malang mulai memancar di waktu senja

Yang kulukiskan di atas adalah pemandangan nun jauh di sana. Di sekitarku pun tak kalah eloknya. Aku dapat merasakan keindahan dan segarnya tanaman di sawah-sawah warga Junrejo. Di hamparan huma itu aku dapat mengagumi si Kuntul yang datang berkunjung menjelang musim tanam padi bergulir. Di saat seperti itulah aku dapat melihat tembok-tembok tanah berundak rapi. Terasiring yang terkenal dengan nama sistem sengkedan itu mirip undakan coklat berlubang-lubang, yang dari setiap lubangnya pancuran jernih mengairi kotak-kotak air dibawahnya. Di pagi sebelum manusia berhiruk pikuk, aku dapat mendengar suaranya bergemericik menenangkan hati. Di dalam kotak-kotak air itulah Si Kuntul mendapatkan santapan favoritnya, kodok-kodok yang selalu memainkan musiknya buatku di malam hari. Saingan Si Kuntul kadang muncul, yaitu Si Raja Udang yang juga doyan anak kodok. Sementara di atas genangan, ribuan capung berterbangan saat sinar matahari muncul. Kata Ayah, kehadiran capung itu adalah pertanda udara di lingkungan sekitar masih relatif bersih, sebab catur tidak dapat bertahan hidup di daerah yang parah polusinya. Si lalat naga itu nampak merdeka. Hanya kadang seekor burung sebangsa kolibri berteriak-teriak memburu dan menyambarnya. Tak lama setelah matahari menghangat, petani mulai menggiring dua ekor sapi guna membajak sawahnya. Jadi begitulah kira-kira pemandangan di waktu pagi saat musim tanam dimulai, petani sibuk menghalau sapi giat bekerja, di sekitarnya si Kuntul, Si Raja Udang, dan Si Kolibri mencari mangsanya, sementara capung harus melakukan titah alam meletakkan telur-telurnya di air tanpa peduli bagaimana masa depannya. Mungkin itulah yang dinamakan harmoni kehidupan.

Di awal Maret ini padi sudah tumbuh tinggi menghijau menuju ke menguning, proses  mematangkan diri. Si burung pipit mulai mengerjai para petani yang setia menunggui padinya. Dengan tarikan tali membentang berjumbai plastik disertai teriakan khususnya bila tidak ada kaleng bergelantungan terpasang, petani siap-siap mengusir burung-burung nakal itu dari gubuk mungil di tengah-tengah sawah.

Prajna Paramita: Ibu dari Segala Kebijakan


Kata Ayah, dewi kesempurnaan itu sudah berwujud sebuah patung yang benar-benar merupakan mahakarya sempurna di zaman Jawa kuno, jauh sebelum aku. Letaknya ditemukan tak jauh dari kelahiranku, di Singhasari sana, di sebuah kompleks candi yang dikatakan simbol kerukunan umat Hindu dan Buddha (Siwa - Buddha) yang belum selesai pengerjaannya.

Patung itu diboyong oleh Belanda, penemunya yang tak henti mengaguminya, ke negerinya. Mereka berdalih orang Jawa tak lagi menyembahnya, dan oleh karena itu perlu dilindungi dengan diboyong ke negaranya. Sayangnya, pengangkutannya sendiri tidak luput dari bencana. Setidaknya, tiga perahu yang penuh dengan barang-barang antik berharga dari Malang tenggelam dalam perjalanannya ke Belanda sana. Kini setelah bangsaku menyadari keagungannya, patung itu diserahkan kembali ke negeriku dan sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Lihatlah bagaimana manusia mengaguminya. Kau dapat melihatnya kekaguman dunia itu saat dia dipamerkan, juga dalam buku-buku yang membahasnya. Orang pun berusaha membuat duplikatnya hingga detik ini.

Orang Malang dan sekitarnya lebih mengenal Prajna Paramita sebagai Ken Dedes. Munculnya tafsir gambaran patung Ken Dedes ini bahkan bisa ditelusuri sejak 1820-an. Menurut kitab Pararaton, Ken Dedes adalah seorang gadis dari Panawijen yang cantik molek hingga termasyhur dari timur Kawi hingga Tumapel. Oleh karena itulah Akuwu, penguasa Tumapel yang bernama Tunggul Ametung melarikannya untuk dijadikan istri. Karena keistimewaan itu pula, ditambah rahasianya yang terungkap, pemuda Ken Angrok jatuh hati dan merebutnya dari Tunggul Ametung. Rahasianya adalah sebagai Nawiswari, Nareswari, Ardana Reswari, perempuan yang paling utama; siapa saja yang memperistrinya akan menjadi raja. Begitulah nasib Ken Dedes, Ibu bagi raja-raja Jawa, menurut Pararaton.


Dewi Prajna Paramita
Adalah Earl Drake yang berdasarkan penelitiannya meyakini bahwa Prajna Paramita bukanlah Ken Dedes Singhasari tetapi Gayatri dari Majapahit. Karena julukannya Rajapatni, Drake menyejajarkan peran Gayatri ini dengan ratu-ratu seperti Cleopatra, ratu dalang sejumlah peristiwa bersejarah. Dialah yang dicandikan di Prajnyaparamitapuri yang disebutkan Negarakertagama. Dalam hal ini, Slamet Muljana pun menarik kesimpulan serupa bahwa mungkin sekali arca Dewi Prajna Paramita di atas adalah arca puteri Gayatri (Rajapatni) yang dahulunya di letakkan di Candi Prajnyaparamitapuri di Bayalangu.

Sementara itu, salah seorang saudari Gayatri sendiri ada juga yang bergelar Prajna Paramita yaitu Jayendradewi yang disebut-sebut sebagai istri Raden Wijaya yang mandul tapi paling setia. 

 
Jika bosan dengan analisa-analisa itu, bolehlah membaca Arok-Dedes karya Pramoedya Ananta Tur, kata Ayah. Pram sendiri jelas-jelas mengagumi Prajna Paramita. Di luar Arok-Dedes, ia juga menyebut Prajna Paramita dalam novel memoarnya yang yaitu Nyanyi Seorang Bisu, sebagai Ibu dari Segala Kebijaksanaan.

Ibu dari Segala Kebijakan
Entah apa yang akan terjadi pada diriku dan menjadi Prajna Paramita yang manakah diriku kelak:
apakah akan jadi Ken Dedes, Jayendradewi, atau Gayatri,
Jadi sempurna dan bijaksana, atau tidak sempurna seperti bangunan candi itu.
Tapi rasanya lebih manusiawi cerita-cerita di kitab-kitab yang disebut ayahku itu daripada konsep-konsep kesempurnaan itu.

Entahlah. Yang jelas, sejak hari itu aku dilabeli Dea Prajna Paramita.

Kalaulah aku belum bisa mengerti benar akan arti kata-kata yang tertulis di sini, orang tuaku berharap kelak aku akan dapat memahaminya, kemudian melanjutkan kerukunan yang belum selesai seperti terbengkalainya pembangunan candi itu. Inilah postingan pertamaku, lewat orang tuaku, tentang hari kelahiranku.

Sumber gambar: Wikipedia

Dea Prajna Paramita: Nama-ku dan Artinya


Ayah diberi sodoran kertas untuk mempersiapkan nama. Dan Ayah sudah mempersiapkannya bagiku: Prajna Paramita. Dicarinya nama itu dari internet, sebuah konsep Buddha tentang Kesempurnaan dalam Kebijaksanaan Transedental. Ada sutra Buddhis yang sangat terkenal bernama Prajna Paramita. Ayah mendownload-nya dari internet pula, dan kadang memperdengarkannya kepadaku saat aku masih di kandungan.


Listening to Prajna Paramita Sutra
Namun, nampaknya rasa haru memenuhi dadanya hari itu hingga rasa kasihan terhadap Ibu berlebih pula. Hal itu membuatnya ingat bahwa Ibu sempat memesan nama Dea bagiku. Ayah dulu menolak karena alasan Ibu menyenangi nama Dea adalah karena melihat nama seorang asisten OC Kaligis di acara Jakarta Lawyers Club. Walau demikian Ayah sempat mencari arti kata Dea itu, artinya Dewi. Akhirnya setelah mengeceknya kembali lewat bantuan seorang temannya lewat Google, Ayah memutuskan menambahkannya di depan Prajna Paramita, menjadi Dea Prajna Paramita.

Hari Lahir-ku: 20 September 2011

Tidak ada kamera yang mengabadikan peristiwa penting terawal dalam hidupku ini karena ayah memilih merelakan satu-satunya kamera yang dia punya dipinjam seorang teman kantornya untuk merekam hajatan keluarganya. Satu-satunya foto adalah yang tertera di Surat Lahir-ku. Selain itu hanyalah cerita orang tuaku tentang: proses kelahiran dan pemberian namaku, Dea Prajna Paramita, di bawah ini.

Surat Lahir Dea Prajna Paramita

Proses Kelahiran

Dalam sebuah kamar bedah di lantai teratas Rumah Sakit Baptis Kota Batu, diriku dilahirkan dengan pertolongan tim dokter pada pukul 14.00 WIB, 20 September 2011. Jadi, hari ini umurku kira-kira 1 tahun 5 bulan menurut perhitungan matahari. (Tentu saja yang menulis ini bukanlah diriku, tetapi orang tuaku. Tidak apa. Untuk sementara biarlah mereka mewakiliku mengabadikan sejarah hidupku yang belum bisa kutulis sendiri ini.)

Malam itu, 19 September 2011 sekitar pukul 21.00 WIB, Ibu yang tengah hamil terjaga dari tidurnya. Dirasanya ada yang membasahi tempat tidurnya. Darah keluar, beliau buru-buru bangunkan Ayah. Mereka bergegas berdua ke rumah sakit tersebut. Di pos jaga perumahan, nampak beberapa warga yang giliran ronda melihat Ayah dan Ibu keluar berboncengan sepeda motor. Nampaknya mereka paham Ibuku segera akan melahirkan.

Di UGD rumah sakit hanya ada beberapa petugas jaga, termasuk seorang perawat yang memeriksa kandungan Ibuku. Setelah berkonsultasi dengan dokter lewat telepon, beliau menyatakan jika menghendaki malam itu tidak mengapa orang tuaku pulang, karena belum lagi ada dokter yang bisa menangani malam itu. Lagi pula rumah kami di Junrejo termasuk dekat dengan rumah sakit tersebut yang apabila ada masalah, kami bisa langsung segera ke rumah sakit. Orang tuaku pun pulang.

Paginya, 20 September 2011 sekitar pukul 03.00 WIB, Ibu-ku kembali kuyup. Kali ini rupanya habis keluar sudah air ketubannya. Namun pecah ketuban bukanlah berarti akan langsung melahirkan, kata Ibu. Oleh karena itu, Ibu meminta Ayah membuat mie instan untuk pengganjal perut berdua. Kedua orang tuaku segera kembali ke rumah sakit bakda Subuh, berpapasan dengan beberapa tetangga yang baru pulang shalat di masjid. Seperti semalam, kami juga langsung menuju UGD yang masih juga sepi. Di situlah Ibu dan Ayah mulai menunggu dan menunggu kelahiranku di sebuah ruang rawat darurat. Seorang perawat menancapkan infus pada lengan kiri Ibu.

Memang sudah sembilan bulan aku berada di dalam perutnya. Tiap malam kata Ibu aku suka menendang-nendang dinding perutnya. Namun, Ibu merasa belumlah kuat desakanku untuk lahir.

Saat hari mulai terang, Ibu dibawa ke kamar kelas 2, seruang empat pasien. Tapi oleh perawat diperiksa kembali, kemudian beliau menyatakan pemakai ASKES seperti orang tuaku mendapat jatah kelas 1, satu ruangan berisi dua pasien. Ayah Ibu pun pindah ke sana, seruangan bersama pasien anak dua tahunan penderita sumbing yang membuat langit-langit mulutnya berlubang hingga harus dioperasi dan oleh sebab itu menangis terus.

Tengah hari, masih segan juga diriku untuk muncul, sampai akhirnya orang tuaku memutuskan minta di-drip, ditetesi infus perangsang kontraksi otot dengan harapan membantu mendorongku keluar. Obat dari infus mulai mengalir ke urat darah dan mulailah siksaan yang harus dialami oleh seorang ibu. Pada mulanya hanya keringat yang keluar, lama-kelamaan darah mulai merembes dari rahimnya. Sungguh sakit tak tertahankan, kata Ibu. Ayah masih setia menemani di samping pembaringannya.

Walau suster bilang tinggal setengah jalan lagi untuk terbuka agar bisa mendorongku keluar, rasanya Ibu tidak kuat menjalaninya. Tanpa jalan yang setengah lagi, Ibu dilarang mengejan karena bisa berakibat fatal. Bisa ambeien, kata medis. Ibu lemas tak bertenaga. Ketuban sudah habis sejak dini hari. Rasanya hampir pingsan, kata beliau. Kini kedua orang tuaku memutuskan dioperasi sesar, suster bilang SC.

Ibu makan siang terlebih dahulu untuk mengumpulkan tenaga menghadapi operasi besar ini. Kira-kira pukul 13.00, Ibu dibawa dengan kereta dorong masuk lift menuju ruang isolasi, ruang yang terletak di lantai teratas  R.S. Baptis yang dari situ, kata Ibu, pucuk-pucuk cemara tertinggi di luar pun tidak nampak. Ayahku diizinkan sebatas depan pintu keluar lift. Di ruang tersebut, Ibu menunggu lengkapnya tim dokter yang terdiri dari para spesialis: anastesia, bedah, kandungan, dan perawat (seingat Ibu). Mereka masih berada di unit atau tempat lain sesuai tugas dan dinas masing-masing. Setelah menunggu 30 menit, tim lengkap berkumpul dan Ibu dibawa ke ruang observasi untuk persiapan operasi. Setengah jam selanjutnya, Ibu digiring ke ruang bedah dan mulailah tim bekerja menyobek perut mengeluarkanku.

Dea mandi
Aku menangis diangkat dokter, keluar dengan selamat. Ibu berdarah-lendir tapi selamat. Saat terdengar suara tangisku, Ibu tak menduga itu adalah aku. Baru setelah perawat memperlihatkan diriku, Ibu baru menyadari. Tak ada reaksi berlebihan dari Ibu waktu itu karena singkatnya operasi dengan bius tanpa rasa itu. Dia hanya ingat telingaku hitam-merah.


Aku dibawa keluar dengan sebuah kereta mungil. Bugil beralaskan kain yang masih nampak bernoda darah dan sisa lendir, aku dipertemukan dengan ayahku sebelum menuju ruang bayi. Oleh suster, Ayah dianjurkan mengadzani jika muslim. Ayahku sangat terharu. Pada saat itulah Ayahku saat itu menyadari, cerita yang menakutkan muslim tentang anggota keluarga yang mengalami ajal di rumah sakit Kristen akan dituntun secara nasrani tidak terjadi padanya. Saat ini yang terjadi adalah rasa manusiawi. Ayah membisikkan adzan ke telingaku. Dia menangis, tertekan rasa tak menentu menunggu istri dan anak pertamanya yang bertarung dengan luka. Aku malah diam saja mendengarkan, kata Ayah sendiri. Kata beliau juga, kulit telingaku merah tua kehitaman dan kulitku pun kemerah-merahan tua.